Seiring tuntutan kendaraan yang efisien dan ramah lingkungan,
mobil berbahan bakar gas (BBG) digadang-gadang sejumlah pihak sebagai
salah satu solusi tersebut. Lantas apa pendapat Mitsubishi Indonesia
terkait isu tersebut?
Menurut Operating GM of MMC, Marketing Division PT Krama Yudha Tiga
Berlian Motors ( KTB), Duljatmono, penerapan mobil BBG akan berjalan
seiring dengan tren industri dan permintaan dari konsumen.
"Sekarang memang trennya ke arah mobil yang efisien dan ramah lingkungan. Maka mobil makin ringan dan kompak," katanya.
Kemudian, untuk jenis bahan bakar, pria yang karib disapa Pak Momon
itu menilai banyak alternatif yang bisa dikembangkan. "Tapi itu (bahan
bakar alternatif atau gas) tuntutan yang tidak bisa ditolak lagi,"
sebutnya.
Namun, Duljatmono menggarisbawahi bahwa penyediaan converter kit
atau mobil gas perlu konsensus dari seluruh Agen Pemegang Merek (APM),
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo).
"Gaikindo yang lakukan studi apa yang diperlukan. Dalam konteks
teknologi, itu (mobil gas) tren ke arah global dan kita tak bisa
tinggalkan aspek bisnisnya," imbuh dia.
"Itu (mobil gas) harus dilakukan secara komprehensif dengan
pemerintah dan industri. Logikanya perlu ada investasi," sambungnya.
Perpindahan dari BBM ke gas
Lebih jauh, Dulajtomo menilai bahwa perpindahan dari BBM ke gas
perlu studi yang lengkap. Bagi APM pun, mereka tak bisa lepas dari
prinsipal.
"Lebih ke arah market, kebutuhannya apa? Kalau memang seperti itu (mobil gas) ya trennya akan ke sana," katanya.
Kemudian, menurut Duljatmono, infrastruktur pendukung pun dinilai
masih jauh dari cukup. Sehingga pengimplementasian BBG ke kendaraan
niaga dan penumpang cukup sulit.
"Beberapa waktu lalu, yang saya ketahui. Itu kan perlu investasi
untuk (infrastruktur) BBG. Di Jakarta sangat terbatas. Kalau pakai BBG
dan keluar kota gimana? Jangankan itu, kita Pertamax aja ada di sini
(Jabodetabek) di sana (daerah) nggak ada," jelasnya mencontohkan.
"Itu (infrastruktur) bagian yang harus dilengkapi. Kemudahan orang
untuk isi BBG gimana, nggak ngantre panjang. Konsumen mau nggak antre
panjang? Jadi perlu waktu."
Data berbicara, stasiun pengisian gas di Indonesia masih kalah jauh
ketimbang Thailand. Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan
Bermotor Indonesia (Gaikindo), Noegardjito mengatakan, jumlah SPBG yang
ada di Thailand hingga saat ini mencapai lebih 425 unit. Bahkan hingga
2015, Thailand menargetkan jumlah SPBG di negara mereka mencapai 584
unit.
Jumlah tersebut sangat berbeda jauh dengan di Indonesia. Sampai saat ini, SPBG di Indonesia baru sebanyak 19 unit.
Noegardjito menjelaskan, pertumbuhan SPBG yang signifikan di
Thailand karena di negara tersebut telah menggunakan teknologi Natural
Gas Vehicle (NGV) sudah terbukti sukses diterapkan pada kendaraan roda
empat. Teknologi ini juga sukses di Korea Selatan yang merupakan salah
satu negara produsen otomotif terbesar di Asia. (Gst/Des)
No comments:
Post a Comment